Golkar Dorong Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah atau Kontroversi?

thelighthousepeople.com, Golkar Dorong Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah atau Kontroversi? Ketika Golkar kembali mengangkat nama Soeharto ke permukaan, bukan hanya ingatan lama yang ikut muncul, tapi juga debat sengit soal sejarah dan penilaian publik. Langkah Golkar untuk mendorong Soeharto sebagai pahlawan nasional bukan sekadar langkah politik biasa. Ini seperti menyalakan lagi api di bara yang belum sepenuhnya padam. Lalu, apakah ini bentuk penghargaan sejarah atau justru kontroversi yang di sengaja?

Kembali ke Nama Golkar yang Tak Pernah Sepi

Golkar dan Soeharto, dua nama yang tak bisa di pisahkan begitu saja dari perjalanan politik Indonesia. Meski Orde Baru sudah lama di tutup, bayangan Soeharto tetap menyelimuti sejarah bangsa. Ketika partai berlambang pohon beringin itu secara terbuka mendukung Soeharto untuk jadi pahlawan, sontak ruang publik langsung ramai.

Bukan cuma soal pantas atau tidak, tapi juga soal waktu dan alasan. Mengapa sekarang? Dan mengapa Soeharto?

Transisi zaman mungkin sudah berjalan, tapi luka sejarah belum tentu semua pulih. Namun Golkar tetap yakin, bahwa pembangunan masif, ketertiban nasional, dan peran Soeharto dalam stabilitas jangka panjang layak di beri label “pahlawan”. Pandangan itu jelas tidak semua orang terima mentah-mentah.

Sejarah Tak Pernah Hitam Putih

Kalau berbicara tentang Soeharto, maka kita sedang berdiri di tengah medan yang abu-abu. Di satu sisi, banyak orang mengenang masa Orde Baru sebagai periode penuh ketertiban, harga bahan pokok yang stabil, dan pembangunan infrastruktur yang menggeliat. Bahkan, ada yang bilang masa itu adalah era “emas”.

Namun di sisi lain, tak bisa di abaikan soal pelanggaran HAM, pembungkaman suara kritis, dan korupsi yang begitu lekat dengan era tersebut. Ingatan soal reformasi 1998 dan turunnya Soeharto bukan kenangan kabur—semua masih terekam jelas di benak publik, terutama generasi yang mengalami langsung.

Jadi ketika Golkar mengajukan Soeharto untuk di angkat sebagai pahlawan nasional, pertanyaan yang muncul bukan hanya “kenapa”, tapi juga “apakah semua sudah selesai di kaji?”

Golkar Tidak Diam-Diam

Golkar Dorong Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah atau Kontroversi?

Yang menarik, Golkar tidak melakukan ini secara sembunyi-sembunyi. Pernyataan resmi di lontarkan terbuka di forum politik nasional. Bahkan, sejumlah elite partai terlihat sangat yakin bahwa Soeharto punya jasa yang layak di kenang formal sebagai pahlawan.

Beberapa tokoh bahkan menyebut bahwa negara lain juga memberi gelar kehormatan pada pemimpinnya meski pernah kontroversial. Mereka mengambil contoh negara-negara besar yang tetap menempatkan tokoh sejarahnya sebagai simbol nasional, meski penuh perdebatan.

Namun, tentu saja Indonesia punya latar belakang sendiri. Kita bukan cuma bicara soal jasa, tapi juga luka yang belum selesai di obati. Dan itulah kenapa langkah ini mengundang banyak suara kontra.

Kontroversi Golkar atau Kebutuhan Revisi Sejarah?

Sebagian orang beranggapan, upaya ini bukan sekadar pencitraan atau manuver politik. Tapi juga bentuk revisi sejarah versi baru. Mereka yang pro mengatakan bahwa selama ini, narasi sejarah terlalu fokus pada sisi gelap Soeharto, tanpa menampilkan peran positifnya secara proporsional.

Mereka menuntut keadilan narasi. Menurut pendukungnya, Golkar Dorong Soeharto sejarah tidak bisa di tulis dari satu sisi saja. Tapi apakah publik siap menerima narasi baru ini?

Pihak yang menolak merasa langkah Golkar seakan melupakan perjuangan reformasi dan penderitaan yang di alami rakyat akibat tekanan politik saat Orde Baru. Kata “pahlawan” sendiri punya makna sakral, bukan gelar yang bisa di bagi hanya karena seseorang punya jasa.

Kesimpulan

Dorongan Golkar untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional telah membuka lagi lembar sejarah yang belum benar-benar tertutup. Di satu sisi, langkah ini bisa di anggap sebagai pengakuan terhadap jasa pembangunan yang pernah terjadi. Namun di sisi lain, ini juga bisa di anggap bentuk pengaburan terhadap sejarah kelam yang masih menjadi trauma kolektif sebagian rakyat Indonesia.

Yang jelas, publik butuh lebih dari sekadar pernyataan politik. Perlu ruang di alog terbuka, di skusi yang sehat, dan kajian sejarah yang seimbang. Sebab, gelar pahlawan bukan hanya soal masa lalu, tapi juga tentang bagaimana generasi mendatang akan melihat bangsa ini.

By Benito

We would like to show you notifications for the latest news and updates.
Dismiss
Allow Notifications