Kursi Dubes RI di AS Kosong 2 Tahun, Ada Apa Setelah Rosan?

thelighthousepeople.com, Kursi Dubes RI di AS Kosong 2 Tahun, Ada Apa Setelah Rosan? Dua tahun sudah berlalu sejak Rosan Perkasa Roeslani angkat kaki dari kursi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Namun hingga sekarang, belum ada pengganti yang resmi di tunjuk. Posisi krusial ini justru seperti di biarkan kosong tanpa kejelasan. Padahal, hubungan Indonesia-AS bukan sembarang hubungan biasa, melainkan salah satu yang paling strategis di peta di plomasi dunia.

Publik mulai gelisah, pertanyaan pun muncul dari berbagai arah. Apakah ini bentuk kelalaian? Atau justru ada sesuatu di balik layar yang belum terlihat? Nah, daripada terus menebak-nebak, mari kita ulas lebih dalam soal kekosongan yang bikin geleng-geleng ini.

Jejak Langkah Rosan yang Meninggalkan Lubang

Sebelum mundur, Rosan sempat mencuri perhatian lewat berbagai pendekatan di plomatik yang di anggap efektif. Misinya tak main-main: memperkuat hubungan ekonomi, memperluas kerja sama dagang, dan menjembatani berbagai kepentingan antara dua negara raksasa ini.

Namun tiba-tiba, ia mundur. Alasannya sederhana: kembali ke dunia bisnis dan politik dalam negeri. Setelah itu, kursi Dubes di Washington D.C. justru seperti kehilangan pesonanya—tak tersentuh, tak terisi, dan tak ada kabar pasti soal siapa penerusnya.

Yang bikin heran, posisi ini bukan kursi kosong sembarangan. Amerika Serikat bukan sekadar mitra dagang atau sahabat politik. Ia adalah pemain utama dunia yang punya pengaruh besar di hampir semua lini, dari ekonomi sampai keamanan.

Komunikasi Diplomatik AS Tanpa Kapten

Kursi Dubes RI di AS Kosong 2 Tahun, Ada Apa Setelah Rosan?

Tanpa Dubes resmi, hubungan dua negara tetap berjalan, memang. Tapi tetap saja, absennya satu sosok tetap bikin banyak urusan jadi serba tanggung. Bayangkan saja kapal besar berlayar tanpa nakhoda tetap—bisa jalan, tapi arahnya bisa goyah.

Sebagian urusan akhirnya di garap oleh pelaksana tugas (Plt) atau perwakilan setingkat lebih rendah. Walau mereka bekerja keras, tetap saja ada batasan dalam ruang gerak dan otoritas mereka. Banyak keputusan penting yang butuh sentuhan tangan Dubes langsung, terutama saat berhadapan dengan pejabat tinggi AS atau ketika harus menegosiasikan kepentingan negara.

Publik mulai bertanya, apakah ini bentuk lambatnya pengambilan keputusan di level atas? Atau ada pertimbangan politik yang membuat nama pengganti tertahan?

Isu Politik AS, Lobi, dan Sinyal Diam

Kalau bicara di plomasi, urusan tak pernah hitam-putih. Selalu ada nuansa abu-abu yang tak bisa di urai hanya lewat logika sederhana. Bisa jadi, proses pemilihan Dubes RI untuk AS tersangkut tarik-menarik kepentingan politik.

Beberapa sumber menyebut, ada lobi dari tokoh-tokoh tertentu yang ingin menempatkan “orangnya” di posisi strategis ini. Namun, seperti biasa, proses lobi kadang lebih lambat daripada yang terlihat. Sementara itu, nama-nama yang sempat mencuat di media pun tak kunjung mendapat lampu hijau dari Presiden.

Uniknya, pihak Istana belum mengeluarkan keterangan resmi soal penyebab kekosongan ini. Kursi Dubes Diamnya pemerintah justru menimbulkan spekulasi liar. Sebagian publik menduga ada urusan lebih besar yang sedang di persiapkan. Sebagian lain bahkan mengaitkannya dengan rotasi besar-besaran di jajaran di plomat RI.

Apa pun alasannya, publik butuh kejelasan. Transparansi bukan soal membocorkan rahasia negara, tapi memberi sinyal bahwa negara tetap berjalan dan posisi penting tak di biarkan kosong tanpa rencana.

Kesimpulan

Dua tahun adalah waktu yang sangat lama untuk membiarkan kursi Duta Besar RI di AS tetap kosong. Apalagi jika melihat pentingnya peran negara adidaya itu dalam berbagai lini kepentingan nasional. Dari urusan dagang, keamanan, hingga kebijakan luar negeri semuanya butuh koordinasi langsung dari perwakilan tertinggi di Washington D.C.

Meskipun ada pelaksana tugas yang menambal kekosongan itu sementara, tetap saja ini bukan solusi jangka panjang. Negara sebesar Indonesia tak seharusnya membiarkan posisi strategis ini mengambang begitu lama. Kini, bola sepenuhnya ada di tangan Istana. Publik menanti dengan harap-harap cemas, sambil terus bertanya: setelah Rosan, siapa yang layak duduk di kursi panas itu? Dan lebih penting lagi, kapan?

By Benito

We would like to show you notifications for the latest news and updates.
Dismiss
Allow Notifications